SEJARAH KARESIDENAN
MUSEUM DIPONEGORO
Karisidenan
dibangun pihak Belanda pada tahun 1810. Karisidenan dibangun untuk kantor
pemerintahan pusat pihak Belanda di Magelang. Karisidenan membawahi 6 wilayah.
Wilayah tersebut meliputi :
- Kabupaten Purworejo
- Kabupaten Kebumen
- Kabupaten Wonosobo
- Kabupaten Temanggung
- Kabupaten Magelang
- Kota Magelang
Di Karisidenan dikepalai oleh seorang Residen Kedu.
Karisidenan sebagai tempat pemantauan dari kabupaten untuk penghubung atau
untuk perwakilan dari Semarang.
Dalam
Karisidenan terdapat kamar ( petilasan ) Pangeran Diponegoro. Tidak dikatakan
sebagai museum karena tempat tersebut kecil dan peninggalannya hanya sebatas
peralatan yang pernah dipergunakan oleh Pangeran Diponegoro. Kamar ( petilasan
) tersebut itu dulunya sebagai tempat perundingan Pangeran Diponegoro.
Perundingan antara Pangeran Diponegoro dengan Jenderal De Kock. Perundingan
tersebut dilakukan untuk membicarakan kerugian yang diperoleh Belanda karena
Perang Babat Diponegoro yang dipimpin oleh Pangeran Diponegoro. Kurang lebih
15.000 tentara Belanda meninggal akibat perang tersebut. Tujuan sebenarnya
Belanda mengadakan perundingan tersebut hanya untuk menjebak Pangeran
Diponegoro dan ingin menangkapnya. Mengetahui hal tersebut Pangeran Diponegoro
menahan amarahnya.
Dalam
petilasan tersebut terdapat barang-barang peninggalan Pangeran Diponegoro.
Peninggalan tersebut meliputi meja kursi yang pernah digunakan Pangeran
Diponegoro untk berunding. Di kursi yang diduduki Pangeran Diponegoro masih
terlihat bekas tangan Pangeran Diponegoro akibat kemarahan yang ia tahan karena
mengetahui Belanda menjebaknya. Kemudian terdapat jubah yang digunkan Pangeran
Diponegoro dahulu yang sudah usang termakan usia. Para ahli sejarah mengatakan
bahwa percikan seperti darah yang ada pada jubah bisa jadi itu kotoran pada
jubah yang termakan usia, ada juga sejarawan yang mengatakan bahwa itu bukan
kotoran melainkan percikan darah Pangeran Diponegoro. Jadi sampai saat ini
belum bisa dipastikan itu kotoran atau percikan darah. Ada juga satu set
cangkir bekas Pangeran Diponegoro yang pernah beliau gunakan untuk ritual. Ada
7 buah cangkir yang digunakan dan setiap cangkir berbeda jenis minumannya. Terdapat juga sebuah kitab yang ditulis
sendiri oleh Pangeran Diponegoro menggunkan tinta merah dan hitam. Ditulis
dengan arab kuno dan tanpa harakat. Dalam kitab terebut berisi tentang
pelajaran agama islam dan tentang strategi Perang Diponegoro.
Disusun Oleh :
Almira Palufi K. XII IPS 4 / 01
Choirunnisa Nabila S. XII IPS 4 / 03
M. Fahrizal XII IPS 4 / 13
Zora Nayaka W. XII IPS 4 / 24


